Rabu, 13 November 2013

Orang Dayak _Dusun Bayan



Orang Dayak Dusun Bayan
(Kepercayaan dan Perjumpaan dengan Agama Katolik)

I.               Asal mula Orang Dayak Dusun Bayan
Orang Dusun Bayan adalah salah satu suku yang tinggal di daerah Sungai Barito(1.000 km) di Provinsi Kalimantan Tengah. Kata ‘Dusun’ sendiri berasal dari penjajah Belanda sekitar tahun 1898-1930 yang menyebut Afdeeling Doesoenlandeen(Tanah Dusun). Afdeeling adalah sebuah wilayah administratif  setingkat kabupaten pada masa itu. Sedangkan ‘Bayan’ berarti daerah dengan banyak Burung Nuri-nya. Nama ‘Barito’ berasal dari nama Onder Afdeeling Barito(daerah aliran  sungai Barito). Lalu Tanah Dusun adalah sebutan bagi suatu kawasan daerah hulu kota Mengkatip(daerah Dayak Bakumpai sekarang Kabupaten Barito Kuala) dan Dusun pada awalnya masih satu dan itu disebut Distrik Becompaiji Dousson sebelum tahun 1898. Ibu kota Afdeeling Doesoenlandeen saat itu yakni Muara Teweh yang sekarang menjadi ibu kota dari Kabupaten Barito Utara. Orang Dayak Dusun terdiri atas 8 suku-suku kecil[1] yakni: Dusun Witu, Dusun, Bayan Kayan, Karawatan, Dusun  Taboyan(kakak tertua Dayak Dusun), Malang, Karamaun dan Dusun Daya(Dusun Bayan di Barito Tengah). Selanjutnya orang Dusun juga terdapat di Sabah Malaysia yakni Dayak Idaan yang terbagi menjadi 6 suku-suku kecil lagi yakni Bundu, Membakut, Papar, Putatan, Tenggilan, Tuaran. Semuanya itu berinduk pada satu suku Dayak di Kalimantan yakni Suku Dayak Ngaju(lingua franca). Lalu, Suku Dayak Ngaju berasal dari suku Dayak Ot Danum[2](leluhurnya). Leluhur mereka itu yang menurut sejarahnya berasal dari dataran tinggi Yunan China Selatan, Taiwan, dan sebagian lagi dari  Indochina, seperti Burma, Thailand dan lain-lain.Yang pasti bahasa Dayak Dusun meliputi enam puluh suku kecil-kecil[3]. Kesamaan bahasa biasanya hanya pada beberapa kata, dan penyebutan  angka, misalnya, makan=kuman, tidur=mandre, saya=aku, mandi=mandrus,mandui, pantat=para, satu=isa’, empat=epat/ opat, sedangkan yang lainnya berbeda. Kedudukan Damang(kepala adat) sangat istimewa dan dibutuhkan dalam memimpin suatu kampung.
1.1              Lokasi
Sekarang orang Dusun Berada di Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara tepatnya di Desa Pendreh, Desa Lemo, Desa Pararawen, Desa Buntuk, Desa Bintang Ninggi dan Desa Butong.  Kabupaten Barito Utara berada di daerah khatulistiwa yakni pada posisi 114A0 20 a€TM  -115 A055 a€ TM Bujur Timur dan 0A049 a €TM Lintang Utara -  1A027a TM Lintang Selatan. Suhu 22,94-32,450C. Luas wilayah 8.300 Km2   
1.2              Jumlah warga
Diperkirakan saat ini berjumlah sekitar 5000 jiwa dan sekarang sudah banyak yang menikah dengan warga pendatang. Mata pencaharian mereka yakni perikanan, peternakan, pertanian, kerajinan ayaman, berdagang dan sekarang sudah ada yang menjadi PNS dan pejabat daerah. Mereka hidup di sekitar tepian sungai pada umumnya. Upacara adat terdiri dari: Bakatane(perjodohan), bakasaki(pernikahan),  mampung(kehamilan), kelahiran anak, Balian(penyembuhan penyakit), ngogang(penguburan)  dan Wara(peringatan orang meninggal).
1.3              Bahasa 
Salah satu dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia yang terdapat pula kemiripan dengan bahasa kebangsaan Madagaskar yakni bahasa Malagasi(sekitar 70%). Dalam percakapan sehari-hari orang Dayak ini menggunakan bahasa Dusun(Bayan).

II.            Kepercayaan asli orang Dusun Bayan
2.1              Agama Resmi masyarakat Dusun Bayan
Agama asli orang Dayak Dusun Bayan adalah agama Helu atau Kaharingan[4]. Kaharingan berasal dari bahasa Sangen atau Sangiang(bahasa orang Dayak kuno) yang akar katanya adalah ’’Haring’’ Haring berarti ada dan tumbuh atau hidup yang dilambangkan dengan Batang Garing atau Pohon Kehidupan. Pohon Batang Garing berbentuk seperti tombak dan menunjuk tegak ke atas. Bagian bawah pohon yang ditandai oleh adanya guci berisi air suci yang melambangkan Jata atau dunia bawah. Antara pohon sebagai dunia atas dan guci sebagai dunia bawah merupakan dua dunia yang berbeda tapi diikat oleh satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling membutuhkan.
Buah Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Bunu[5]. Buah garing yang menghadap arah atas dan bawah mengajarkan manusia untuk menghargai dua sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan kata lain mampu menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat. Tempat bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Disinilah dulunya nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini. Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lewu Tatau(surga).
Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Pada bagian puncak terdapat burung enggang dan matahari yang melambangkan bahwa asal-usul kehidupan ini adalah berasal dari atas. Burung enggang dan matahari merupakan lambang lambang-lambang Ranying Mahatala Langit(Yang Mahakuasa) yang merupakan sumber segala kehidupan. Jadi inti lambang dari pohon kehidupan ini adalah keseimbangan atau keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan.
Kaharingan menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak Dusun, walau pada kenyataannya, tidak sedikit mereka yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katolik. Tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, simbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengertian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan.
Orang Dayak Dusun Bayan percaya bahwa Kaharingan diturunkan dan diatur langsung oleh Ranying Hatalla. Keyakinan tersebut hingga saat ini tetap dianut dan ditaati oleh pemeluknya secara turun-temurun. Bagi mereka, Balai Basarah(Tempat pertemuan) berfungsi sebagai tempat untuk beribadah. Ibadah rutin umat Kaharingan dilakukan setiap Kamis atau malam Jumat. Malam Jumat disebut Malem Nyirom. Di mana setiap keluarga Dusun Bayan, malam itu tidak boleh mencuci piring, mangkok dan mengasah pisau atau ha-hal yang berbau tajam berupa parfum, semuanya harus dibiarkan begitu saja. Satu hal lagi yakni tidak boleh bersiul. Sebab kalau bersiul akan memanggil roh jahat untuk mengambil nyawa kita dan kita bisa langsung mati di tempat. Roh itu yakni Bala(roh jahat) yang berkeliaran sekitar jam magribnya umat Islam. Katanya, menurut mitos sahabat orang dayak yakni penunggu rumah-rumah akan memakan sisa-sisa makanan kita langsung dari tempat cucian. Baru pada esok harinya, tiap keluarga boleh mencuci semuanya.
Pembagian Alam dalam Kaharingan adalah sebagai berikut:
  • Alam Atas(Lewu Tatau Tahta kuasa Ranying Hatalla)
  • Pantai Danom Kalunen( bumi tempat manusia)  ialah tempat kehidupan sementara selama manusia masih bernafas, tetapi kelak setelah mati manusia akan kembali pulang ke Lewu Tatau
  • Alam Bawah(dunia di bawah tanah dan di bawah air, yang menjadi tempat bagi Kalue tunggal tusoh atau penguasa tumbuh-tumbuhan. Biasanya ia diberi kalangkang ancak(sesajian) yang digantung pada pohon besar atau langsung diceburkan ke air.
Hari raya atau ritual penting dari agama Kaharingan adalah upacara Wara yaitu ritual kematian tahap akhir dan upacara Basarah. Menurut kepercayaan orang Dayak Bayan bahwa di atas puncuk Gunung Lumut itulah hidup roh-roh nenek moyang(liyau) yang sudah meninggal[6]. Bisa dikatakan bahwa menurut kepercayaan Kaharingan puncak dari gunung tersebut adalah pintu masuk ke surganya orang Dayak Dusun Bayan setelah upacara Wara. Di situ Roh nenek moyang mereka sudah tidak berwujud manusia lagi melainkan sudah berwujud kupu-kupu, burung, udang, lebah, semut dan lai-lain yang bisa hidup di gunung lumut. R.I Made Sudhiarsa mengatakan: “Kepercayaan kepada leluhur didasarkan atas anggapan bahwa makhluk manusia terdiri atas badan dan jiwa. Pada waktu meninggal, jiwa terbebas dari badan dan tetap berpartisipasi dalam urusan manusia[7]. Inilah sebabnya orang Dayak Dusun Bayan tidak bisa meninggalkan begitu saja kepercayaan mereka, itu adalah karakteristik budayanya yang didasarkan atas keturunan(etnis).
Berikut sejumlah buku suci yang memuat ajaran dan juga seperangkat aturan hidup penganutnya:
§  Panaturan(sejenis kitab suci)
§  Talatah Basarah(kumpulan doa)
§  Tawar, petunjuk tata cara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur manyangen Tingang(beras). Beras adalah perantara manusia dengan Ranying Hatalla dan pengantara manusia dengan leluhurnya.
§  Buku Bakasaki(Pemberkatan Perkawinan), dan
§  Buku Panyumpahan(Pengukuhan untuk acara pengambilan sumpah jabatan)
Di luar buku suci di atas, dalam melakukan Basarah, mereka juga menggunakan Sangku atau dalam bahasa Sangiangnya disebut Sangku Tambak Raja Saparanggun Dalam Kangatil Bawak Lamiang yang ditempatkan di atas meja kecil. Posisinya haruslah  lebih tinggi dari lantai tempat duduk umat. Lalu di atas meja tersebut pula diberi alas kain yang bersih dengan banyak warna selain warna hitam. Letak Sangku haruslah di tengah-tengah umat saat basarah berlangsung. Umat Kaharingan percaya bahwa Sangku Tambak Raja adalah perwujudan dari seluruh kemahakuasaan dari Ranying Hatalla. Itulah simbol dari penyatuan batin umat dengan Ranying Hatalla.
Beberapa sarana Basarah yang harus ada dalam kepercayaan umat Kaharingan:
·            Sangku
·            Weah(beras)
·            Dandang Tingang(bulu ekor burung Tingang)
·            Sipa(giling pinang)
·            Ruku/Rukun Tarahan(rokok)
·            Bulau Pungkal Raja(uang logam yang diletakkan di dalam Sangku)
·            Weah Bio(beras terbaru)
·            Undus  Tanak(minyak kelapa)
·            Tampung Tawar(tirtha)
·            Parapen(perapian)
·            Garu, Manyan dan dupa
·            Banang Lapik Sangku(kain alas Sangku)
·            Telui piak manta(telur ayam yang tidak direbus)
·            Unge Sukup Masam(bermacam-macam bunga)
Selama beribadah, mereka menyanyikan Kandayu(kidung). Lazimnya ada 4 jenis kandayu yakni: Kandayu Manyarah Sangku Tambak Raja, Kandayau Mantang Kayu Erang, Kandayu Parawei dan Kandayu Mambuwur Weah Bio(saat menabur beras ke udara).
Umat Kaharingan yakin bahwa setiap orang dalam kehidupannya mempunyai tugas dan misi tertentu. Misi utama Kaharingan ialah “mengajak manusia menuju jalan yang benar dengan berbakti serta mengagungkan Ranying Hatalla dalam setiap sikap dan perbuatan[8]. Oleh karena itu, manusia juga mempunyai tanggungjawab yang harus dilaksanakan yakni melaksanakan misi kehidupan dengan sempurna. Untuk mencapai hal tersebut, “lahir dan batin harus selalu bersih”[9]. Artinya penyucian diri sangatlah penting bagi setiap manusia di dunia ini, sehingga ritual hapalas(mengoleskan atau mengusap darah binatang kurban berupa babi atau ayam putih) dalam Kaharingan dilakukan terus menerus secara turun temurun.
Kaharingan mengenal  tiga relasi yang harus dijaga keharmonisannya[10] yakni:
1.      Hubungan manusia dengan Ranying Hatalla
Dalam ajaran Kaharingan dinyatakan  bahwa hubungan manusia dengan Ranying Hatalla: Penyang ije kasimpei, penyang Ranying Hatalla Langit artinya beriman kepada Yang Tunggal yakni Ranying Hatalla.
2.      Hubungan manusia dengan manusia lainnya baik secara kelompok maupun individu
Hatamuei lingu nalata artinya saling mengenal, saling tukat pengalaman dan pikiran dan saling tolong-menolong. Selanjutnya Hatindih kambang nyahun tarung mantang lawang langit artinya berlomba-lomba untuk menjadi manusia baik agar diberkati oleh Ranying Hatalla.  
3.      Hubungan manusia dengan alam semesta
Sebagai ciptaan Ranying Hatalla yang paling mulia dan sempurna, manusia wajib menjadi teladan bagi makhluk lainnya. Segala keajaiban yang terjadi adalah sarana untuk lebih mengetahui dan menyadari kebesaran dari Ranying Hatalla. Semua makhluk menyadari bahwa hanya Ranying Hatalla saja yang patut disembah.
Beberapa Dosa berat dalam kehidupan manusia[11] ialah:
·         Merampas
·         Mengambil isteri orang
·         Mencuri
·         Merampok
·         Ketidakadilan dalam memutuskan perkara bagi mereka yang berwenang memutuskannya, yaitu para Kepala Kampung, Kepala Suku dan Kepala Adat
·         Tindakan tidak adil atau menerima suap atau uang(sorok) bagi mereka yang bertugas mengadili perkara di Pantai Danum Kalunen(bumi)
Dalam kaharingan dikenal Lewu Tatau(surga), sedangkan neraka tidak dikenal sama sekali. Mereka hanya mengetahui bahwa bila melakukan pelanggaran atau ngalanggar pantangan dari suatu aturan yang sudah ditetapkan oleh Ranying Hatalla, mereka akan mengalami malapetaka yang terkadang langsung dialami dan ada pula yang perlahan namun pasti. Ini membuat umatnya merasa takut.

2.2              Kepercayaan Tradisional akan keberadaan, peranan dan pengaruh roh-roh dan aneka makhluk gaib
Orang Dayak percaya bahwa di dunia ini banyak terdapat roh-roh halus. Mereka percaya kepada: Sangiang(roh yang tinggal di tanah dan udara); Timang(roh yang tinggal di batu keramat); Tondoi(roh yang tinggal di bunga); Kujang(roh yang tinggal di pohon); Longit(roh yang tinggal di mandau-mandau). Mereka itu disebut Ganan Taneranu. Mereka adalah para penunggu, penghuni, penjaga suatu tempat(batu, pohon beringin, gua, air sungai dan laut bahkan langit). Mereka itu semuanya harus diberi sesajian supaya mereka tetap setia menunggu bahkan tidak mengganggu atau marah dengan memberi suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh bantuan medis di rumah sakit manapun. Satu-satunya cara untuk sembuh yakni orang yang sedang mengalami sakit tersebut harus memohon maaf dan memberi sesajian berupa beras 3 warna atau ayam putih yang panggang atau ayam putih yang langsung disembelih lehernya di dekat tempat itu juga.  Jadi, Roh nenek moyang Suku Dayak sangat berpengaruh pada kehidupan.
Berikutnya Tambahgahan(Jin yang baik) yakni suatu kali orang dayak tersesat di jalan atau di hutan sampai-sampai lupa arah mau kemana saat akan pulang kembali ke rumah mereka, maka yang mereka lakukan adalah memanggil sahabat mereka supaya membawa mereka kembali pulang. Dalam kepercayaan orang dayak, kita akan diletakkan di atas bahunya lalu dibawa terbang seperti aladin.
Selanjutnya Nyuruh(penjaga padi) yakni setiap orang Dusun Bayan yang mempunyai ladang padi akan selalu memberi persembahan sesajian kepada  sang penguasa kesuburan yakni Nyuruh. Biasanya dilakukan saat biji padi sudah muncul dan kalau dipegang sudah terasa sudah ada buah di dalam kulit biji padi milik mereka. Sesajian yang akan diberikan kepadanya yakni dalam bentuk beras 3 warna putih(beras putih biasa), kuning(dengan warna kunyit) dan merah(dengan darah ayam berbulu putih). Dalam kepercayaan orang Bayan ini harus dilaksanakan tiap kali berladang. Tujuannya supaya padi mereka berhasil, berbuah banyak, tidak dimakan hama tikus, burung pipit dan belalang. Yang penting lagi  yakni jangan sampai semua padi mereka busuk hingga mereka tidak beroleh hasil. Tidak berhasil bagi orang dayak artinya nyuruh marah karena tidak ijin dan tidak memberi hormat kepadanya kerena ia adalah penguasa atas segala kesuburan tumbuh-tumbuhan yang ada di atas bumi.  
Ada sebuah pengalaman yang menarik ketika saya masih berada di sana. Waktu itu saya sangat takut sekali jika mendengar nama-nama hantu misalnya” jin tatau wale bulau” yang katanya sangat baik bisa menjadi sahabat beberapa orang Dayak kami. Jin tatau wale bulau adalah sosok roh yang sangat tinggi dan besar. Ia mempunyai pakaian lengkap, di mana warnanya sangat cerah penuh dengan cahaya kuning berkilauan. ia bercelana panjang dan bersepatu sangat indah. Di atas kepalanya terdapat topi unik semacam aladin. Ada  cerita dari beberapa orang kampug kami yang mengatakan  bahwa pernah suatu kali seorang perempuan ditangkap sekelompok ngayau atau kelompok pencari kepala pada masa sebelum penjajahan di Indonesia. Perempuan itu dibawa ke sebuah tempat yang sangat jauh sekali dari kampungnya dan bahkan ia pun tidak kenal dengan tempat di mana ia berada saat itu. Ia sangat ketakutan. Ia disekap di dalam sebuah rumah besar seperti pabrik, di situ ia melihat ada banyak kepala bergantung seperti tempat pemotongan daging sapi dan di sana sini terdapat banyak darah yang membuat suasana tempat itu tidak nyaman lagi yakni bau amis dari darah manusia. Ada banyak lalat juga di mana-mana. Perempuan ini tidak bisa tidur. Maka sebagai orang Dayak, ia kemudian pasrah kepada Ranying Hatalla atau Yang maha kuasa. Ia memanggil sahabatnya jin tatau wale bula ini untuk membawanya keluar dari tempat ia disekap ini lalu membawanya kembali pulang kepada kedua orang tuanya. Ia selamat dari bahaya kematian. Sesampainya ia dirumah, seluruh  keluarga berkumpul untuk mengadakan syukur dengan berjanji akan selalu memberi sesajian kepada jin tatau wale bulau. Demikianlah ceritanya lengket di ingatan orang-orang kampung kami hingga sekarang.
Melihat kenyataan tersebut kiranya betul bahwa “Kepercayaan kepada makhluk dan kekuatan supernatural, pertama, terpelihara oleh apa yang diterangkan sebagai manifestasi kekuatan. Kedua, kepercayaan itu tetap lestari karena makhluk supernatural memiliki sifat-sifat yang terkenal bagi rakyat”[12]. Inilah alasan utama bagi orang Dayak Dusun Bayan hingga kini tetap menjaga ritual kepercayaan mereka.

III.      Sistem Kepercayaan orang Dusun Bayan akan roh-roh jahat
3.1              Kepercayaan akan roh-roh jahat
Menurut R.I.Made Sudhiarsa, bahwa “Ada dunia di luar batas akal budi manusia yakni dunia supernatural atau dunia alam gaib yang dihuni oleh makhluk dan kekuatan yang tak bisa dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa. Dunia alam gaib itu pada dasarnya ditakuti oleh manusia[13]. Itulah mengapa masyarakat Dayak Dusun di Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah memiliki kepercayaan terhadap roh-roh  dan magi. Menurut kepecayaan  adat Dayak Dusun Bayan, roh-roh itu tidak semuanya jahat sebab ada pula yang baik dan seringkali membantu seseorang saat berada dalam bahaya.  Roh baik disebut sahabat(pelindung) dan roh jahat disebut Liak(pengganggu manusia). Itulah yang membuat orang Dayak itu bernuansa mistis.
Saat berkomunikasi dengan roh leluhur atau makhluk halus, manusia harus memiliki sikap pengendalian diri. Walaupun Ranying Hatalla telah mengizinkan manusia untuk berkomunikasi dengan mereka, manusia tetap harus ingat bahwa  dirinya harus selalu dalam keadaan waspada dan menghindari keserakahan. Bahayanya ialah apabila tidak berhati-hati dan tidak memahami dengan benar, mungkin saja malah terjadi kesalahan yang fatal. Parahnya lagi, bukan roh  baik yang dituju namun roh jahat yang menipu dan menyesatkan dan mencelakakan manusia. 
Ada juga beberapa roh jahat, diantaranya:
Pertama, ada roh jahat yang bernama Liak. Liak  adalah sosok roh yang berwujud mengerikan, dengan lidah menjulur panjang hingga ke perutnya. Matanya sangat tajam dan berpakaian tidak teratur. Ia berjenis kelamin laki-laki dan tinggal di udara. Ia sangat ditakuti oleh masyarakat kami, sebab ia bersifat merusak kedamaian antar keluarga di kampung. Ia suka mengganggu. Ia juga bisa menyebabkan penyakit aneh yang sulit disembuhkan oleh pihak medis di rumah sakit manapun. Penyakit itu semacam kutukan.  Obatnya hanyalah minta maaf kepada Liak, lalu memberinya makan sesajian dan menyuruhnya untuk pergi jauh dan jangan mengganggu lagi.
Angui mama lengai bungai adalah sosok roh yang sifatnya seperti bunglon di mana wujudnya selalu berubah-ubah dan ia menyesatkan manusia. Ia berjenis kelamin perempuan.  Ia tinggal di pohon-pohon dalam hutan lebat. Sudah ada beberapa orang Dayak Dusun yang tidak pulang ke rumah mereka, karena telah dikecohkan oleh roh jahat ini. Cara yang sampai sekarang masih dipercayaai yakni dengan mengadakan balian. Balian harus dilakukan oleh pihak keluarga dengan mengundang semua orang di kampung lalu secara bersama-sama berdoa kepada Ranying Hatalla supaya ahli balian diberi petunjuk  arah di mana dan bagaimana menuju ke  tempat  orang yang hilang tersebut.  Selanjutnya pada pertengahan upacara balian itu, ahli balian akan pergi ke luar rumah menuju ke hutan sekitar kampung dengan jangka waktu yang tidak pasti, sebab kadang ia bisa kembali esok paginya dengan membawa kembali orang yang hilang tersebut ke rumah. Oleh karena itu, pihak keluarga wajib memberi sesajian(ancak) kepada roh tersebut setiap malam Jumat agar ia tidak mengganggu keluarga mereka lagi di kemudian hari.
Rajan peres adalah sosok roh jahat yang merupakan sumber penyakit bagi semua orang Dayak Dusun. Ia tinggal di udara. Ia berjenis kelamin laki-laki dengan berpakaian seperti seorang raja setan yang selalu mengawas-awasi semua orang dari atas. Siapa saja yang lalai dalam berdoa kepada Ranying Hatalla lalu sibuk dengan kegiatan keduniawian, orang tersebut akan diberi penyakit. Salah satunya cara untuk bisa sembuh yakni dengan berdoa kepada Ranying Hatalla yang Mahakuasa supaya diampuni kesalahannya lalu tidak boleh lupa bahwa orang yang sudah disembuhkan itu berkewajiban memberi sesajian setiap malam Jumat.  
Nyaring pampahilep adalah sosok makhluk jadi-jadian yang suka mengganggu manusia. Ia berwujud tidak jelas karena sulit untuk berjumpa dengannya. Yang pasti ia bersuara nyaring di tengah hutan. Terkadang ia bernyanyi, berteriak atau menangis seperti perempuan yang minta tolong di siang hari. Banyak orang Dayak yang tertipu oleh suara tersebut lalu esok harinya orang tersebut ditemukan mati dengan kondisi yang sangat menggenaskan. Orang Dayak langsung tahu bahwa itu adalah akibat dari perbuatan nyaring pampahilep. Warga kampung pada malam harinya harus mengadakan upacara balian memohon kepada Ranying Hatalla supaya semua warga dilindungi dari roh jahat itu. Sesajian harus diberikan kepada roh jahat itu agar ia tidak mengganggu atau membunuh lagi. Boleh dikatakan bahwa warga berdamai dengan roh tersebut dan tetap hidup berdampingan. 
Tamang Tarai Bulan Tambun Pantun Garantung atau disebut juga Raja Sial. Ia berjenis kelamin laki-laki. Ia tinggal di Bukit Handut Nyahu Kereng Tatabat Kilat(di daerah gunung dan perbukitan). Tugasnya ialah mendatangkan kesialan, kekejaman, kecelakaan, dan kerugian bahkan kematian kepada manusia. Maka cara biasa yang dilakukan oleh orang Dayak yakni melaksanakan Ritual Tolak Bala. Tujuannya ialah meminta kepada roh jahat ini supaya menjauh dari kehidupan warga dan tidak mengganggu segala rencana yang akan dilakukan oleh warga. Mereka hidup berdampingan dengan rukun dan damai serta tidak akan ada musibah esok hari.
Bansi adalah sosok roh jahat yang berjenis kelamin perempuan dengan tidak berpakaian sedikitpun. Ia mempunyai payudara yang besar dan menjuntai ke bawah. Rambutnya panjang tidak bersisir rapi. Ia tinggal di hutan. Ia suka mengganggu laki-laki karena ia ingin agar laki-laki tersebut menjadi suaminya di hutan. Orang Dayak percaya bahwa laki-laki tersebut mungkin akan pulang dengan selamat tetapi ia tidak lagi mempunyai penis dan buah jakar sebab sudah diambil oleh roh tersebut. Sampai sekarang saya masih belum tahu cara mengatasinya.
Selanjutnya, Raja Hantuen atau Raja Haramaung Batulang Bunu Balikur Talawang. Ia berjenis kelamin laki-laki. Ia tinggal di pohon-pohon besar dekat kampung. Ia merupakan sumber petaka dan kerusuhan. Ia juga sering memperalat manusia yang hidup sebagai keturunan hantuen, di mana diketahui bahwa keturunannya ini berwujud manusia yang mengganggu dengan meminum darah manusia yang baru saja melahirkan. Terkadang ia mengganggu ibu hamil pada malam hari. Ia hantu yang dengan kepala dan isi perutnya terbang di udara. Sampai sekarang keturunan roh ini masih ada tetapi sulit untuk bisa membedakan dan mengetahui apakah orang tersebut keturunan hantuen(makhluk jadi-jadian).

3.2        Praktek-praktek Ritual magis
Upacara ini tidak harus dipimpin mantir, karena bisa saja dipimpin oleh kepala keluarga(kakek atau ayah) yang bisa melakukan babasaan balian. Selama upacara, kemenyan dan akar tumbuhan yang berbau wangi dibakar di atas perapian, dan tidak boleh mati. Lalu, ahli balian tadi mengadakan ngokoi okan(memberi makan roh). Ayam disembelih dengan darah direciki ke tanah, tidak lupa beras dengan tiga warna ditaburi ke udara. Selanjutnya, lemang digantung di atas sebuah tiang atau diletakan di atas sebuah meja kecil yang tidak boleh lagi diambil atau disentuh oleh manusia. Dalam doa balian meminta supaya roh jahat mau menjauh dan tidak mengganggu segala kegiatan manusia dalam suatu kampung. Artinya, dunia, kekuatan-kekuatan vital, hujan dan kesuburan diperbaharui serta roh-roh leluhur dipuaskan dan keamanan mereka dijamin[14]. Lalu para pelaku menjadi setara dengan masa lampau yang suci dan melanggengkan tradisi suci serta memperbaharui fungsi-fungsi dan hidup[15] warga masyarakat tertentu. Contohnya, di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, umat Kaharingan berkumpul di Balai Basarah untuk menggelar ritual yang disebut Tolak Bala sebelum menyambut Tahun Baru[16].  Ritual ini selalu diadakan setiap tahun. Tolak Bala adalah upacara dengan memberi batas antara kehidupan manusia dan  roh jahat supaya  roh jahat tidak mengganggu manusia. Upacara dilakukan dengan membakar kemenyan dan bebatuan yang merupakan tradisi leluhur Dayak Dusun Bayan. Tujuannya yakni memohon kepada Ranying Hatalla hati yang bersih dan suasana sekitar menjadi rukun. Diakhiri dengan dibacakannya ikrar bersama yang berisi beberapa poin yakni meminta Gunung Peyuyan, Gunung Peyenteau dan Gunung Lumut di wilayah Kecamatan Gunung Purei agar dilindungi dan dipelihara dari perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab. Sebab Hutan adalah sumber hidup orang Dayak maka tidak boleh ada perambahan dan perusakan.
Setiap upacara adat Dayak Dusun Bayan selalu menggunakan beras karena beras adalah media komunikasi antara Manusia dengan Ranying Hatalla. Beras biasanya ditaburkan ke udara sebanyak tujuh kali sambil berhitung dan juga ditaburkan sedikit ke atas manusia yang disebut Tampung tawar biasanya dengan sambil mengucapkan Kuur murue yang artinya semoga kamu dilindungi oleh Ranying Hatalla.

3.3        Benda-benda fisik dalam Ritual magis
Untuk semua Roh halus yang  jahat dan suka mengganggu harus diberikan:
1.      Weah bura mea melintang(Beras biasa, beras warna kuning kunyit, dan beras dengan merah darah ayam putih)
2.      Piak upe(ayam jantan warna putih)
3.      Weah pulut(beras ketan) yang dibungkus dengan daun pisang lalu dibentuk seperti lemang dengan kedua ujungnya diikat dengan tali dari kulit pisang juga. Bisa juga lemang dengan bambu.
4.      Parapen(perapian)
5.      Menyan, wakat Daon Rahikit(Kemenyan dan akar tumbuhan berbau wangi)

IV.                  Upacara Sakral

1.      Wara
Masyarakat Dayak Dusun di Kalimantan Tengah memiliki upacara adat yang sangat sakral. Upacara tersebut dinamakan wara. Upacara sakral ini mirip dengan upacara ngaben yang biasa dilakukan masyarakat Hindu di Bali. Upacara ini bagi penganut agama Hindu Keharingan di Kalimantan Tengah merupakan salah satu dari sekian banyak upacara adat yang memiliki nilai ritual dan sakral yang sangat tinggi, khusus yang ditemui dalam upacara adat kematian. 
Masyarakat Dayak membedakan manusia dalam tiga dimensi siklus, yaitu manusia sebelum lahir, manusia setelah lahir yang dinamakan alam kehidupan (dunia) dan manusia setelah kehidupan (alam surga atau syurga loka). Siklus ini selalu ditandai dengan berbagai upacara adat yang berurutan sejak seorang manusia masih dalam kandungan hingga setelah meninggal dunia.Menurut kepercayaan masyarakat Dayak yang memeluk kepercayaan Keharingan upacara ini memiliki nilai ritual tertinggi dibandingkan dengan upacara adat sebelumnya. Dalam upacara ini, roh yang sebelumnya menunggu di Gunung Lumut salah satu tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat Dayak di pedalaman sungai Tewei (Teweh) dipanggil kembali untuk menerima sesajen dan pensucian sebelum dihantar ke syurga loka (tempat suci).
Upacara adat wara adalah upacara adat kematian yang dilakukan oleh masyarakat Kaharingan untuk mengantarkan arwah leluhur ke tempat paling akhir yang disebut lewu tatau (surga) . Wara merupakan ritual upacara dalam rangka membagikan bagian harta benda kepada arwah kakek, nenek atau orangtua atau saudara dari keluarga – keluarga penyelenggara upacara wara yang telah meninggal satu atau dua tahun yang lalu. Pembagian harta benda tersebut dilambangkan dalam bentuk sesajen berupa makanan dan minuman sesuai makanan kebiasaan arwah orang yang diupacarai tersebut. Upacara Wara biasanya berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.
Upacara Wara dipimpin oleh Wadian Wara yang berperan sebagai penghubung antara manusia dengan arwah . Wadian Wara dibantu oleh pelayan-pelayannya yang disebut Pangading. Mereka melakukan upacara demi upacara, misalnya ; makan diau (memberi makan arwah), dan nutui lalan diau nuju gunung lumut (mengantar arwah dalam perjalanan ke surga).
Prosesi hari pertama adalah ngamaner wara artinya menyerahkan segala sesuatu yang berhubungan dengan roh yang diupacarai kepada wadian wara.
Proses pada hari kedua sampai hari ke tiga adalah keluarga penyelenggara menerima tamu baik dari desa sendiri maupun dari desa sekelilingnya, yakni tokoh-tokoh masyarakat.
Hari keempat acara Babea-Babebe yakni acara membuat ansak berupa anyaman bambu sedemikian rupa sebanyak arwah yang diupacarai wara, untuk tempat sesaji.
Hari kelima adalah acara newek karewau atau penusukan kerbau (acara adu berani menikam kerbau) yang merupakan klimaks dari rentetan upacara ini. Penusukan kerbau dilakukan oleh petugas dari keluarga–keluarga yang diupacarai dengan ditusuk menggunakan lading atau badik atau pisau lancip sedangkan kerbaunya diikat pada Pantogor yakni patung arwah yang diupacarai yang terbuat dari kayu ulin setinggi lebih kurang 3 meter yang ditancap di tanah lapang. Begitu menariknya upacara adat ini, biasanya yang datang bukan lagi dari lingkungan satu desa atau desa tetangga. Tak jarang ada pula penduduk dari kabupaten lain yang mengirimkan wakilnya untuk ikut adu keberanian menikam kerbau.
Acara ini mirip dengan matador di Spanyol. Hanya bedanya melawan kerbau, bukan Banteng. Menurut ketentuan adat, setiap peserta yang mengalami cedera atau korban jiwa dalam pertarungan ini tidak dapat menuntut jaminan kecuali sebuah piring porselen putih.
Biasanya peserta yang tampil di gelanggang adalah orang pilihan atau yang memiliki kelebihan tertentu. Oleh karena itu sangat jarang ada kasus korban jiwa dalam pertarungan melawan kerbau ini.
Selesai pembunuhan kerbau dilanjutkan dengan memasak dan makan bersama tamu undangan. Sesaji yang telah ditaruh di atas ansak seperti yang disebut diatas dan harta benda lainnya diantar ke kuburan oleh masing-masing keluarga pada hari keenam. Pekuburan tempat bersemayamnya tulang-belulang nenek moyang kaum keluarga warga Dayak Dusun Kalahien disebut Si’at yang rata-rata diberi atap dengan 4 tiang penyangga dan diakhiri dengan pelepasan salimbat (rakit bambu) yang melukiskan kepergian roh menuju Lewu Tatau (Surga)  pada hari ketujuh.
Upacara Wara dari hari pertama sampai hari kelima biasanya diiringi dengan ritual main judi dan sabung ayam ala Liau (roh yang telah meninggal) antara manusia dengan Roh yang telah meninggal, serta permainan Tinak Santukep. Perlambangannya adalah agar roh mendapatkan kemakmuran di Lewu Tatau (surga)
Upacara adat ini merupakan aset budaya Dayak di Kalimantan Tengah dan merupakan salah satu dari sekian banyak upacara adat yang sangat menarik dan perlu dilestarikan. Sayangnya, kendati tidak kalah menariknya dengan ngaben di Bali atau upacara serupa di Tana Toraja, upacara adat ini merupakan aset wisata yang masih terpendam di Kalimantan Tengah.

Contoh:

Pendreh adalah nama sebuah desa yang terletak di Kabupaten Barito Utara, tepatnya lebih kurang 20 km dari Kota Muara Teweh Ibukota Kabupaten Barito Utara melalui jalan Negara ke arah Selatan.Di desa Pendreh dan beberapa desa sekitarnya di tepi Sungai Barito menyebar satu sub suku dayak yakni Dayak Dusun. Di desa inilah tepatnya di pinggir Sungai Barito, upacara ritual wara dilaksanakan pada sebuah balai yang dibuat khusus untuk upacara tersebut tepat dimuka rumah Bapak Imul Done. Wara merupakan ritual upacara dalam rangka membagikan bagian harta benda kepada arwah kakek, nenek atau orangtua atau saudara dari keluarga penyelenggara upacara wara yang telah meninggal satu atau dua tahun yang lalu. Pembagian harta benda tersebut dilambangkan dalam bentuk sesajen berupa makanan dan minuman sesuai makanan kebiasaan arwah orang yang diupacarai tersebut.Upacara wara kali ini mengorbankan 8 ekor kerbau, serta 60 ekor babi belum terhitung ayam. Yang menjadi wadian wara atau petugas khusus berhubungan dengan roh jiwa orang meninggal yang di upacarai adalah Wadian wara dengan kostum pakai ikat kepala putih. Wadian Wara dibantu oleh pelayan-pelayannya yang disebut Pangading. Mereka melakukan upacara demi upacara, misalnya ; makan liau (memberi makan arwah), dan nutui lalan liau nuju gunung lumut ( mengantar arwah dalam perjalanan ke surga). Prosesi hari pertama adalah ngamaner wara artinya menyerahkan segala sesuatu yang berhubungan dengan roh yang diupacarai kepada wadian wara. Proses pada hari kedua sampai hari ke tiga adalah keluarga penyelenggara menerima tamu baik dari desa Pendreh sendiri maupun dari desa sekelilingnya,seperti Desa Parawen,Desa Lemo,Hajak,dan lain2nya. Hari keempat acara Babea-Babebe yakni acara membuat ansak berupa anyaman bambu sedemikian rupa untuk tempat sesaji setelah dilakukan pembunuhan kerbau besoknya pada hari kelima. Tokoh yang hadir pada hari kelima adalah, Ketua Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan Bapak Anang Ijub, pejabat Pemerintahan setempat. Sebelum penusukan kerbau, ada ritual main judi dan sabung ayam ala Liau (roh yang telah meninggal) antara manusia dengan Roh yang telah meninggal, serta permainan Tinak Santukep. Pembunuhan kerbau dilakukan oleh petugas dari keluarga yang diupacarai dengan ditusuk menggunakan lading atau badik atau pisau lancip. sedangkan kerbaunya diikat pada Pantogor yakni patung arwah yang diupacarai terbuat dari kayu ulin setinggi lebih kurang 3 meter yang ditancap di tanah lapang. Selesai pembunuhan kerbau dilanjutkan dengan memasak dan makan bersama tamu undangan. Sesaji yang telah ditaruh di atas ansak seperti yang disebut diatas dan harta benda lainnya diantar ke kuburan oleh keluarga pada hari keenam atau hari terakhir wara. Pekuburan tempat bersemayamnya tulang-belulang nenek moyang kaum keluarga warga Dayak Dusun Pendreh disebut Si’at yang rata-rata diberi atap dengan 4 tiang penyangga, tetapi ada juga yang disemayamkan di Kariring semacam kotak mayat memuat beberapa tulang belulang mayat keluarga ditempatkan diketinggian lebih kurang 3 meter dari permukaan tanah.

V.               Filosofi Hidup

Burung Tingang


Dalam Teologi Agama Hindu, manusia dikatakan  adalah miniatur alam semesta dengan unsur alam yang ada di dalamnya seperti air, tanah, udara, api, dan ether. Sehingga, manusia dan alam semesta adalah satu kesatuan yang saling ketergantungan satu sama lain.
Agama Hindu Kaharingan yakin bahwa ada dua ruang lingkup alam kehidupan, yaitu kehidupan alam  nyata dan kehidupan alam  maya. Menurut Hindu Kaharingan, yang berada di alam kehidupan nyata ialah  makhluk tak hidup, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan yang berada di alam kehidupan maya adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dan sudah masuk  ke ranah  metafisika yang tidak dapat dijangkau oleh indria dan tidak dapat diterima secara logika (akal sehat).
Kedua alam  kehidupan ini dapat  saling  mempengaruhi satu dengan  yang  lainnya. Sehingga, hal tersebut menjadi latar belakang utama keyakinan umat Hindu Kaharingan terhadap adanya kehidupan dan kekuatan supranatural yang sangat dekat dengan kehidupannya. Keyakinan tersebut juga menjadi alasan utama munculnya tiga kerangka dalam setiap kehidupan religiusnya, yaitu upacara (acara keagamaan/ritual keagamaan), upakara (sarana dan prasarana dalam sebuah ritual keagamaan), dan tattwa/filsafat (makna dari simbol-simbol dan setiap ritual keagamaan) yang menjadi benang merah utama Hindu dan kaharingan.

Salah satunya, upakara dalam persembahyangan umat Hindu Kaharingan  yaitu “Bulu Burung Tingang” yang biasanya digunakan sebagai sarana utama yang ada di Sangku Tambak Raja. Bulu indah dengan tiga warna yang selalu teratur, yaitu; putih, hitam, dan putih. Bukan tanpa alasan leluhur suku Dayak menggunakan bulu burung Tingang sebagai sarana utama persembahyangan (Basarah). Selain aspek religi dan magis yang terdapat dalam setiap upakara umat Hindu  Kaharingan, daya intelektual mereka yang tinggi telah mampu memberikan petuah yang sangat berharga di dalam sebuah bulu burung Tingang.
Dalam bahasa Sangiang, bulu burung Tingang disebut Dandang Tingang, yang merupakan percikan dari Danum Nyalung Kaharingan Belum (Air Suci Kehidupan) yang diberikan Ranying Hatalla kepada Raja Bunu untuk memberikan kehidupan kepada calon istrinya Kameluh Tanteluh Petak. Air Suci Kehidupan itu ditempatkan di Luhing Patung Tingang (destar/ikat kepala) milik Raja Bunu yang terlempar ke atas. Seperti tertulis dalam Panaturan:


“Ie Raja Bunu palus malusut Luhing Patung Tingange, hapa nantalai Nyalung Kaharingan Belum, Guhung Panaling Aseng bara Ranying Hatalla”

(Panaturan, Pasal 27: Ayat 19)

Artinya:
Saat itu juga Raja Bunu langsung melepaskan Luhing Patung Tingang-nya (destar/ikat kepala) untuk tempatnya menerima atau menyimpan Air Suci Kehidupan dari Ranying Hatalla.

Setelah itu destar tersebut berubah menjadi burung Tingang atau dalam bahasa Sangiang disebut Tingang Rangga Bapantung Nyahu. Kemudian Ranying Hatalla menganugrahi burung Tingang sehingga dapat dijadikan perantara permohonan dan ucapan syukur kepada Ranying Hatalla. Makna filosofis dari tiga warna dalam bulu burung Tingang adalah:
1)       Warna putih bagian atas, berarti alam kekuasaan Ranying Hatalla Langit ( Tuhan Yang Maha Esa) Ia  yang Maha Suci atau dalam keyakinan Hindu Kaharingan  disebut Lewu Tatau.
2)       Warna hitam ditengah, berarti alam kehidupan manusia didunia ini yang penuh dengan pertentangan, perselisihan, baik antara kebenaran dengan ketidakbenaran.
3)      Warna putih dibagian bawah berarti kesucian yang dapat dicapai melalui usaha individu melawan ketidakbenaran (adharma) yang pada saatnya, bila dihubungkan dengan upacara keagamaan Hindu Kaharingan yaitu sampai pada upacara Tiwah/Wara.
Sehingga, suku Dayak Hindu Kaharingan memahami bahwa manusia berasal dari Ranying Hatalla yang kemudian turun ke dunia untuk belajar tentang banyak hal yang tidak jarang dapat membuatnya terjerumus dalam dosa dan kesalahan. Namun, tidak ada kesempurnaan dalam kehidupan di dunia ini, karena dunia adalah lautan penderitaan (samsara) atau Lewu Injam Tingang, kehidupan sementara yang terus bergulir. Sehingga, dosa dan kebaikan adalah Rwa Bhineda, hitam putih kehidupan yang selalu ada.

Batang Garing(Pohon Kehidupan


Pohon Batang Garing berbentuk seperti tombak dan menunjuk tegak ke atas. Bagian bawah pohon yang ditandai oleh adanya guci berisi air suci yang melambangkan Jata atau dunia bawah. Antara pohon sebagai dunia atas dan guci sebagai dunia bawah merupakan dua dunia yang berbeda tapi diikat oleh satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling membutuhkan.
Buah Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu. Buah garing yang menghadap arah atas dan bawah mengajarkan manusia untuk menghargai dua sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan kata lain mampu menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Tempat bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Disinilah dulunya nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini.
Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Pada bagian puncak terdapat burung enggang dan matahari yang melambangkan bahwa asal-usul kehidupan ini adalah berasal dari atas. Burung enggang dan matahari merupakan lambang lambang-lambang Ranying Mahatala Langit (Tuhan YME) yang merupakan sumber segala kehidupan.Jadi inti lambang dari pohon kehidupan ini adalah keseimbagan atau keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan.

VI.                  Siri-siri
Burung
  • Antang Bahandang atau burung elang merah Cara terbang dan suara Antang atau Burung Elang memiliki arti khusus bagi orang Dayak. Lebih-lebih pada burung elang yang berwarna merah. Contoh gerakan tersebut antara lain: Apabila orang Dayak sedang mudik menumpang perahu, dalam perjalanan tiba-tiba berjumpa burung elang yang terbang dari arah kanan menuju ke arah kiri di depan perahu mereka, bisa jadi mereka balik kanan untuk membatalkan perjalanan tersebut karena burung elang telah memberikan peringatan kepada mereka bahwa di depan mereka ada bahaya menghadang. Apabila arah terbang Burung Elang dari kiri menuju ke arah kanan akan tetapi tanpa mengepakkan sayapnya, dan gaya terbang elang tersebut biasanya disebut sebagai elang menari, lalu terbang terus menuju ke udik baru kemudian terbang menuju arah perahu yang sedang mereka tumpangi. Inilah pertanda baik. Artinya niat yang ingin dicapai akan mendapatkan hasil maksimal. Apabila arah terbang Elang dari depan perahu menuju ke belakang dan tiba-tiba menangis, maksudnya elang tersebut mengeluarkan suaranya, serta menjatuhkan diri arah ke bawah, pertanda yang diberikan menyatakan bahwa di belakang mereka telah terjadi kecelakaan dan mungkin saja kecelakaan tersebut akan menimpa mereka pula. Bila di sebelah kiri perahu ada seekor elang sedang terbang, tiba-tiba dari arah kanan muncul lagi seekor elang yang langsung menyambar elang yang sedang terbang di sebelah kiri perahu hingga terjatuh, pertanda ini menyatakan bahwa akan terjadi kesalah pahaman dan perselisihan sepulang mereka dari perjalanan ini, namun kemenangan ada di pihak mereka. Bila munculnya elang dari arah belakang perahu, kemudian terbang searah menyertai perahu namun tiba-tiba menangis, Pertanda yang diberikan menyatakan bahwa tujuan perjalanan akan berhasil namun sekembalinya dari perjalanan, kesusahan bahkan mungkin akan menderita sakit akan dialami. Terbangnya elang dari sebelah kiri kemudian terbang menuju arah kanan dan tiba-tiba mundur ke belakang, bahkan menangis dan menjatuhkan diri, berarti waspada. Bahaya akan segera menimpa mereka. Sebaiknya bila menerima pertanda demikian, batalkan perjalanan minimal tiga hari istirahat di rumah, baru mengadakan perjalanan lagi. Tangis burung elang terdengar di waktu malam pertanda kerusuhan bakal terjadi di kampung sekitar. Seekor elang tiba-tiba terbang sambil menangis masuk ke dalam rumah, pertanda pemilik rumah harus waspada karena ada seorang penghianat yang akan membuat keonaran di rumah tersebut. Bila dalam suatu upacara tiba-tiba muncul seekor burung elang dan terbang melayang di atas lokasi upacara, kemudian menjatuhkan dirinya hingga nyaris menyentuh bumbungan rumah, pertanda akan terjadi kerusuhan dengan pertumpahan darah.
  • Burung Pantis, Burung Bakutok, Burung papau, dan Burung Salehei Keempat jenis burung ini bulunya berwarna hitam, dan biasanya orang Dayak tidak pernah membunuh apalagi menyantapnya. Jenis burung ini banyak ditemukan di hutan atau di hulu sungai dan jenis ulat-ulatan adalah makanannya. Kebersatuan dengan alam menyebabkan leluhur orang Dayak sangat memperhatikan dan selalu mengamati dahiang dan segala pertanda alam di sekitarnya. Demikian juga dari gerakan dan suara burung, mereka mampu membedakan bagaimana suara burung yang menunjukkan kegembiraan atau tertawa dengan suara burung yang menyatakan kesedihan atau menangis, dan kadang-kadang mereka menyaksikan burung yang pingsan mendadak, hal tersebut juga mempunyai arti tertentu. Apabila salah satu dari keempat jenis burung ini muncul di suatu kampung atau terbang melewati bawah rumah penduduk, karena dimasa lalu rumah-rumah penduduk berukuran tinggi, untuk menghindari banjir dan binatang buas, maka burung tersebut memberikan pertanda tidak menyenangkan bagi penduduk kampung tersebut. Begitu pula apabila orang Dayak pergi berburu masuk ke dalam lebatnya hutan, kemudian mereka mendengar bunyi suara burung pantis, mula-mula suara burung terdengar disebelah kiri mereka kemudian terdengar lagi suara burung itu dari sebelah kanan mereka, pantis tujuh, pertanda perburuan akan mengalami kegagalan bahkan bencana akan menimpa. Sebaiknya perburuan dibatalkan. Namun apabila yang terdengar adalah suara burung bakutok yang bunyinya terdengar dari sebelah kiri kemudian terdengar lagi disebelah kanan mereka, pertanda baik yang diberikan oleh suara burung bakutok tersebut.
  • Burung Hantu Ada beberapa jenis burung hantu, diantaranya: burung hantuguk atau burung kukut, yang bersuara kooook…kooook…kooook, burung kangkamiak dan burung kambe. Burung berukuran besar dan berwajah kucing serta berbola mata besar berparuh pendek, berkuku panjang, dan hidup di dalam lebatnya hutan rimba belantara Kalimantan dan hanya muncul di malam hari. Burung jenis ini sangat ditakuti karena dapat memakan manusia dan binatang yang di incarnya. Burung hantu termasuk jenis burung yang ditakuti karena menurut keyakinan ke tiga jenis burung yang yang disebutkan tadi dapat menjelma menjadi perempuan. Itulah sebabnya apabila pada malam hari terdengar suara salah satu dari ke tiga jenis burung tersebut, tanpa membawa daun sawang dan beras kuning, orang Dayak segan untuk keluar rumah. Apabila di malam hari di sekitar rumah penduduk terdengar suara burung hantaguk atau burung kukut menandakan bahwa salah seorang penduduk kampung akan meninggal dunia. Bila tiga malam berturut-turut terdengar suara burung hantaguk, tanda bahwa kampung akan diserang wabah penyakit. Namun apabila burung tersebut hinggap pada salah satu rumah penduduk, berarti salah seorang tetangga akan meninggal dunia. • Burung Kulang Kulit Sejenis burung hantu yang biasanya berkelompok dan kemunculannya di malam hari. Biasanya apabila kelompok burung kulang kulit muncul, tidak lama kemudian muncul mahluk halus.
  • Burung Kaut Sekalipun burung kaut merupakan salah satu jenis burung hantu, namun kehadirannya dapat memberikan pertolongan kepada manusia. Apabila pada sebuah ladang ditemukan sarang atau telur burung kaut, pemilik ladang akan merasa sangat bersyukur karena keuntungan akan diperoleh. Oleh karena itu sajen yang diletakkan di ancak atau kalangkang atau tempat sajen digantungkan di bawah sarang burung agar dapat dimakan oleh burung kaut tersebut. Diyakini roh burung kaut akan berperan dan turut serta merawat dan menjaga padi yang sedang tumbuh.
  • Burung Enggang atau Tingang Jenis burung ini pantang dimakan, karena dapat menyebabkan lepra basamah atau sakit lepra. Suatu hal yang unik apabila memasak daging burung tersebut pada sore hari, maka pada pagi harinya daging burung tersebut sudah keluar hama.
ular
Jenis-jenis ular yang dianggap mampu memberikan pertanda kepada manusia ialah :
  • Panganen atau ular sawah Apabila ditemukan ular sawah yang bertelur dalam sebuah rumah atau di lumbung padi ataupun dalam kandang ayam, pertanda bahwa pemiliknya akan memperoleh kesenangan. • Hanjaliwan atau sejenis ular kobra Apabila ular hanjaliwan masuk ke sebuah rumah bahkan memasuki kamar tidur, menandakan bahwa ada seorang yang akan bermaksud jahat bahkan hingga mengakibatkan kekacauan.
  • Ular Tanunung Bertemu ular yang sedang berenang dari arah kanan ke arah kiri pertanda tidak baik, namun sebaliknya apabila yang berenang tersebut adalah ular tanunung dan arah berenang dari kiri ke kanan pertanda baik. Dalam suatu perjalanan di hutan kemudian bertemu ular tanunung sedang berkelahi dengan ular depung pertanda keuntungan besar kan segera di peroleh.
  • Ular Depung Ketika sedang berjalan kaki dalam hutan, bertemu ular tanunung yang sedang berkelahi dengan ular depung, pertanda baik, keuntungan besar segera akan diperoleh.
Rusa
Bertemu rusa berenang menyeberang dari kanan ke kiri, ketika sedang mengendarai perahu, pertanda perjalanan akan tidak mulus karena akan mendapat gangguan orang atau akan menderita sakit dalam perjalanan. Bila bertemu rusa sedang menyebrang di depan perahu dari kiri ke kanan, pertanda yang diberikan sangat menyenangkan karena niat perjalanan berhasil baik dan mendapat keuntungan.
Di malam hari terdengar suara rusa menukiu atau bersuara nyaring namun sangat singkat dan suara itu terdengar dari arah sebelah kiri rumah juga ditemukan ada pohon yang dahannya patah, pertanda tetangga kampung atau bahkan salah seorang penghuni rumah akan mengalami sakit keras bahkan mungkin sampai meninggal dunia. Apabila terdengar suara rusa dari belakang rumah dan disahut oleh rusa lainnya dari arah depan rumah, pertanda tamu dari jauh yang tidak diduga akan datang. Menemukan tanduk rusa yang telah terlepas di ladang/sawah, pertanda baik, berarti sawah akan mendapatlkan panen yang berlimpah.
Kupu-kupu
Kupu-kupu yang terbang masuk rumah, kemudian terbang lagi masuk dalam kamar tidur bahkan hinggap di tempat tidur, pertanda ada tamu yang datangnya dari jauh dan akan menginap di rumah tersebut. Bila kupu-kupu menempel di pintu depan rumah, pertanda akan kedatangan tamu dari sekitar kampung dan tamunya tidak menginap. Kupu-kupu yang terbang masuk rumah, bahkan hinggap di kepala dan tangan, pertanda keluarga dekat dengan keperluan penting akan datang mengunjungi.
Anjing
Saat berburu dan mengajak anjing, kemudian anjing yang sedang berlari tiba-tiba berhenti sambil menurunkan ekornya ke bawah dan mengeluarkan suara ngirrrr…ngirrr, pertanda mahluk halus atau orang gaib berada disekitar anjing tersebut.
Kucing
Kucing menyaup yang artinya menggosok-gosokkan tangan di mukanya pertanda akan ada tamu berkunjung.

Totok Bakaka
Totok Bakaka berarti sandi atau kode atau bahasa isyarat yang umum dimengerti masyarakat suku Dayak.
Tombak. Mengirim Tombak yang telah di-jernang, maksudnya tombak yang diikat dengan rotan yang telah diwarnai merah berarti asang atau pernyataan perang.
Tombak Bunu. Mengirim Tombak Bunu, maksudnya tombak yang pada mata tombaknya telah diberi atau ditandai dengan kapur, berarti mohon bantuan sebanyak mungkin karena bahaya besar sedang mengancam.
Abu. Mengirim Abu berarti ada rumah terbakar.
• Seruas Bambu yang Terisi Air. Mengirim Seruas Bambu yang terisi air, berarti pemberitahuan ada seorang yang telah meninggal dunia karena tenggelam, biasanya tanpa menyebutkan nama korban.
Kirim Cawat yang Telah Dibakar Ujungnya. Mengirimkan cawat yang ujungnya telah dibakar berarti pemberitahuan bahwa seorang keluarga yang telah berusia lanjut meninggal dunia.
Kirim Telur. Mengirim Telur berarti pemberitahuan bahwa telah datang seorang yang berasal dari jauh masuk kampung mereka untuk menjual balanga, tempayan dan tajau. Benda-benda tersebut dianggap istimewa karena memiliki nilai sakral dan menunjukan status sosial dalam masyarakat.
Kinangan (sirih pinang). Mengirim kinangan kepada suatu keluarga berarti akan meminang salah satu anak gadis dalam keluarga tersebut.
Daun Sawang. Bila masuk pada suatu kampung dan menjumpai sebuah rumah yang pada pintunya ditemukan daun sawang yang diikat tali dan ada gambar persegi empat dengan menggunakan kapur sirih, berarti dilarang masuk. Sekalipun hanya sekedar untuk mertamu, sebaiknya urungkan niat memasuki rumah tersebut karena keluarga dalam rumah tersebut sedang berpantang menerima kehadiran siapapun juga mengunjungi rumahnya karena sedang menjalani larangan adat.
Salugi. Salugi ialah tiang yang terbuat dari bambu runcing, dipasang miring dan merupakan salah satu rambu-rambu lalu lintas belukar. Hal ini menunjukkan bahwa arah miring yang ditunjukan oleh ujung bambu berarti berhati-hati, karena di arah tersebut sedang dipasang “Dondang“ yaitu alat perangkap yang digunakan untuk menangkap dan membunuh babi hutan, dan kijang. Bila di kebun buah yang sedang berbuah ditemukan salugi yang telah digaris dengan kapur dan diletakan diantara pohon-pohon buah, berarti larangan memungut buah-buahan yang ada dalam kebun tersebut, karena buahnya akan dinikmati sendiri oleh pemiliknya.Mengirim salugi berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.


Lagu Daerah Bahasa Dusun Bayan

1.      Koko piak koko(sesuai irama kangkanong/kolintang)
Koko piak koko Koko la piak lawi sundra(D )
Koko andi ruko koko la andi olo pita(G A D)

2.        Tanjungruang
Tanjung ruang, de hampe, uneng taka(C Am C)
Wahye taka tau, babujur, kite alan(C G C)
Deo putut lukun ruhi, re naan, he tambanu(C Am C)
Bagamat hu nu kitene, welumnu, jari slamat(C G C)
Tenga  uyuh lukun pulou, awe sah nu ngaret,ne(C Am C)
Hawi hu nu wi Yesus, ne ye, Allah taka(CGC)Amin(Am).

3.        O Inai Maria
O Inai Maria kamin tu anaknu(Am)
Nu Inai re buon he welum lukun tataNu
Nu Inai Yesus Kristus,  buon, aheng Nu(Am C Am)
Nu ngahibur kamin, nu ngahibur kamin(Am C)
Koit dua kamin ----wi Allah-- re Tatau unengNe(Am)

4.        Ikut Yesus hatiku senang(Gaya lagu Isen Mulang)
Ikut Yesus hatiku senang karna Dia mengasihiku
Sungguh Luar biasa karyaNya di dalam hidupKu
Segala cobaan  kelemahan diubahNya  jadi kekuatan
Sakit ku disembuhkan Nya --Karna Kristus  menyertaiku--
Aku  selamat, dari dosa
Kini kutenang  dan penuh semangat
Aku  selamat, dari dosa
Ku Bahagia bersama Yesus

Kamus Budaya Dusun Bayan:

5.      Jipen
Pernikahan yang diadakan oleh warga kampung karena terpaksa atau darurat. Biasanya dikarenakan anak laki-laki dari kampung lain membawa anak gadis mereka di tempat gelap lalu tertangkap basah. Sebagai dendanya pihak laki-laki ditawarkan dua pilihan mau menikahi gadis tersebut atau membayar utang(denda).

6.      Makan Tondoi
Memberi makan dewa penjaga kehidupan

7.      Bakasaki(perkawinan)
Pesta perkawinan dalam masyarakat adat dayak dusun bayan
Banyak penjelasannya.

8.      Langit Losan(Alam gaib Tembus pandang)
Cermin yang digunakan oleh orang sakti dalam budaya dayak untuk melihat sesuatu yang tidak kelihatan oleh indra manusia. misalnya kehilangan sesuatu lalu sampai kapan tidak tahu dan belum tahu siapa pelakunya. Maka melalui cara inilah jawabannya terungkap.

9.      Ompan(Santet)
Ilmu hitam dalam budaya orang dayak bayan yang bisa membuat sakit bahkan mencabut nyawa seseorang. Biasanya ini dilakukan oleh manusia yang berhati jahat, mungkin karena dendam lama atau kebencian yang sungguh luar biasa terhadap lawan/musuh mereka. Biasanya dengan media patung yang ditusuk-tusuk atau diberi sesuatu saat saling berkomunikasi satu sama lain atau bisa juga diambil salah satu milik mereka misalnya pakaian dalam atau ikat rambut yang dicuri oleh yang akan menyantet tersebut.

10.  Tulak Bala(Mengusir Roh Jahat)
Biasanya dilaksanakan oleh orang dayak bayan setiap kali akan melakukan perjalanan jauh atau akan melakukan suatu pesta besar misalnya perkawinan anak perempuannya atau kampung mereka akan mengadakan acara pesta kampung, maka terlebih dahulu mereka harus meminta ijin kepada yang maha kuasa supaya diberikan petunjuk dan perlindungan dan jauh dari gangguang setan apapun yang bisa merusak rencana dari suatu keluarga dayak.

11.  Nukan
Acara menanam padi di ladang orang dayak yang dilakukan secara bersama atau gotongroyong, biasanya diadakan setiap dua kali setahun.

12.  Nolos popung
Upacara yang diadakan oleh semua keluarga dayak bayan ketika mempunyai anak kecil yang sudah bisa merangkak. Bayi tersebut harus dimandikan di dalam baskom besar, ritus ini semacam liturgi baptis dalam agama Katolik. Lalu orang yang memandikan yakni harus lah kakek dari bayi tersebut. Ada petan(lembing dayak) sebagai tanda atau senjata bagi si anak kecil tersebut supaya ia mampu menjalani hidup yang keras penuh persaingan di dunia ini. Tujuan upacara ini adalah menandakan bahwa si anak tersebut sudah diakui sebagai anak dayak bayan.

13.  Ganan Taneranu
Adalah para penunggu/penghuni/penjaga suatu tempat, batu, pohon beringin, gua, air sungai dan laut bahkan langit. Mereka itu semuanya harus diberi sesajian oleh orang dayak supaya mereka tetap setia menunggu bahkan tidak mengganggu atau marah dengan memberi suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh bantuan medis di rumah sakit manapun. Satu-satunya cara untuk sembuh seperti sedia kala yakni orang yang sedang mengalami sakit tersebut harus memohon maaf dan memberi sesajian nasi 3 warna atau ayam putih yang panggang atau ayam putih yang langsung disembelih lehernya di dekat tempat itu juga. 

14.  Mitos Gunung Lumut
Menurut kepercayaan orang Dayak Bayan yang masih memeluk Kaharingan sebagai agama mereka, bahwa di atas puncuk gunung Lumut itulah hidup roh-roh nenek moyang mereka yang sudah meninggal. Bisa dikatakan bahwa menurut kepercayaan Kaharingan puncak dari gunung tersebut adalah surganya orang dayak. Roh nenek moyang mereka sudah tidak berwujud manusia lagi melainkan sudah berwujud kupu-kupu, burung, udang, lebah, semut dan lai-lain yang bisa hidup di gunung lumut.

15.  Malem Nyirom(Malam Jumat)
Bagi keluarga dayak Bayan, setiap malam jumat tidak boleh mencuci piring, mangkok dan mengasah pisau atau ha-hal yang berbau tajam berupa parfum, semuanya harus dibiarkan begitu saja. Satu hal lagi yakni tidak boleh bersiul. Sebab kalau bersiul akan memanggil roh jahat untuk mengambil nyawa kita dan kita bisa langsung mati di tempat. Roh itu yakni Bala yang berkeliaran sekitar jam magribnya orang Islam. Katanya, menurut mitos sahabat orang dayak yakni penunggu rumah-rumah akan memakan sisa-sisa makanan kita langsung dari tempat cucian. Baru pada esok harinya, tipa keluarga boleh mencuci semuanya.

16.  Tambahgahan(Jin yang baik)
Suatu kali orang dayak tersesat di jalan atau di hutan sampai-sampai lupa arah mau kemana saat akan pulang kembali ke rumah mereka, maka yang mereka lakukan adalah memanggil sahabat mereka supaya membawa mereka kembali pulang. Dalam kepercayaan orang dayak, kita akan diletakkan di atas bahunya lalu dibawa terbang seperti aladin.

17.  Ngokoi okan Nyuruh(Dewi Padi)
Setiap orang Dusun Bayan yang mempunyai ladang padi akan selalu memberi persembahan sesajian kepada  sang penguasa kesuburan yakni Dewi Padi(Nyuruh). Biasanya dilakukan saat biji padi sudah muncul dan kalau dipegang sudah terasa sudah ada buah di dalam kulit biji padi milik mereka. Sesajian yang akan diberikan kepada Dewi Padi yakni dalam bentuk nasi 3 warna putih(nasi putih biasa), kuning(dengan warna kunyit) dan merah(dengan darah ayam berbulu putih). Dalam kepercayaan orang Bayan ini harus dilaksanakan tiap kali berladang. Tujuannya supaya padi mereka berhasil, berbuah banyak, tidak dimakan hama tikus, burung pipit dan belalang. Yang penting lagi  yakni jangan sampai semua padi mereka busuk hingga mereka tidak beroleh hasil. Tidak berhasil bagi orang dayak artinya Dewi Padi marah karena tidak ijin dan tidak memberi hormat kepadanya kerena ia adalah penguasa atas segala kesuburan tumbuh-tumbuhan yang ada di atas bumi.  
18.  Bakatane(Tunangan)
19.  Baratamput(kawin lari)

Rekenan(Hitungan)

Ire=Saturday
Rue=dua
Telu=tiga
Epat=empat
Dime=lima
Enem=enam
Pitu=tujuh
Walu=delapan
Siui=Sembilan
Sapuluh=sepuluh


DAFTAR PUSTAKA


Dhavamony, M.,
Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius.1995.
Mihing, T, dkk.,
Geografi Budaya Daerah Kalimantan Tengah, Palangka Raya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978.
Mikhail, C.,
Manusia Daya: Dahulu, sekarang, masa depan,Jakarta: Gramedia.1987.
Riwut, T.,
 Maneser Panatau Tatu Hiang,Yogyakarta: Pusakalima. 2003.
Sudhiarsa, R.I.Made Phd.,
Mempelajari Manusia dan Kebudayaannya,Malang: STFT Widya Sasana. 2007.
Yunus, A, dkk.,
Upacara Tradisional(upacara kematian) Daerah Kalimantan Tengah, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.1985.
Sumber Internet:
KOMPAS.COM. 15 Juli 2007





[1] Tjilik Riwut, Maneser Panatau Tatu Hiang,Yogyakarta: Pusakalima. 2003.hlm. 63.
[2] Ibid. hlm. 19.
[3] Ibid. hlm. 20.
[4] Ibid. hlm. 478.
[5] Teras Mihing dkk, Geografi Budaya Daerah Kalimantan Tengah, Palangka Raya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978. hlm. 68.
[6] Ahmad Yunus dkk., Upacara Tradisional(upacara kematian) Daerah Kalimantan Tengah, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.1985. hlm. 71.  
[7] R.I.Made Sudhiarsa Phd,Mempelajari Manusia dan Kebudayaannya,Malang: STFT Widya Sasana. 2007.hlm.194
[8]Op. cit.hlm.480.
[9] Op.cit. hlm. 481.
[10] Op.cit.  hlm. 481.
[11] Op.cit. hlm. 483.
[12] Op.cit.hlm. 204.
[13] Op.cit.hlm. 204.
[14] Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius.1995. hlm.168.
[15] Ibid. hlm. 183.
[16] KOMPAS.COM. 15 Juli 2007 (http://bola.kompas.com/read/2012/01/04/16331560/Suku.Dayak.Gelar.Ritual.Sambut.Tahun.Baru) diakses pada tanggal 10 November 2013.

1 komentar: